RANGKUMAN SANGAT SINGKAT
PENJELASAN BAB INDIVIDU DAN MASYARAKAT, BAB KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN
EKONOMI, BAB KEMANUSIAAN DAN ILMU PENGETAHUAN,
KESIMPULAN DAN PENUTUP
“Telah diterangkan dimuka,
bahwa pusat kemanusiaan adalah masing-masing pribadinya dan bahwa kemerdekaan pribadi adalah hak asasinya yang
pertama. Tidak sesuatu yang lebih
berharga daripada kemerdekaan itu. Juga
telah dikemukakan bahwa manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu dengan
dunia sekitarnya, sebagai mahkluk sosial, manusia tidak mungkin memenuhi
kebutuhan kemanusiaannya dengan baik tanpa berada ditengah sesamanya dalam bentuk-bentuk
hubungan tertentu. Maka dalam masyarakat
itulah kemerdekaan asasi diwujudkan.” (Teks NDP BAB INDIVIDU DAN MASYARAKAT)
Berawal dari ini
penulis melihat bahwa hubungan individu dan masyarakat bukanlah suatu hubungan
yang saling membebani, atau hubungan cari untung sendiri baik dari individu
dalam masyarakat, maupun masyarakat yang didiami individu. Individu dalam hal
ini adalah seorang manusia yang hidup diantara kelompoknya, jelaslah dia
seorang manusia, maka dari sini kita mesti sepakati definisi manusia itu
sendiri. Kita banyak ditawari oleh barat tentang teori humanisme untuk mendapat
jawaban tentang definisi manusia, sayangnya tidak akan saya bahas disini. Saya
menawarkan untuk mendefinisikan manusia dari asal muasal penciptaannya yang
diceritakan dalam Al-Quran.
Bermula ketika
tuhan memberitahu malaikat, bahwa dia ingin menciptakan WAKILNYA DI MUKA BUMI. Kata wakil disini menunjukkan kemuliaan yang
sangat tinggi dari pandangan Islam terhadap manusia. Dan malaikatpun bertanya
apakah tuhan akan menciptakan makhluk yang akan menumpahkan darah di muka
bumi... dan seterusnya. Disini kita tarik bersama, bahwa manusia tercipta di dunia
untuk tugas suci dan mulia. Dan tugas suci ini hanya dapat dijalankan dengan
melakukan kebaikan-kebaikan (sebagai WAKILNYA)
kepada sesamanya (DI MUKA BUMI).
Dalam cerita
Al-Quran ini dapat kita jadikan refleksi arah gerak untuk menjelaskan hubungan
individu dan masyarakat. Bahwasanya tugas individu untuk mencapai kesempurnaan
penciptaan (dalam bahasa NDP manusia merdeka) adalah sebagai wakilNya yang
membawa kesejahteraan di muka bumi, dan tugas itu hanya bisa tercapai dengan
saling TOLONG MENOLONG DAN KERJASAMA
dalam kehidupan bermasyarakat, tentunya tanpa mengkebiri kemerdekaan orang
lain. Tanpa itu, manusia bukanlah manusia yang sesungguhnya.
TOLONG MENOLONG DAN KERJASAMA ini akan
dikaitkan dengan bab berikutnya. “Telah
kita bicarakan tentang
hubungan antara individu dengan masyarakat
dimana kemerdekaan dan
pembatas kemerdekaan saling bergantungan,
dan dimana perbaikan kondisi masyarakat tergantung pada perencanaan manusia dan usaha-usaha bersamanya.
Jika kemerdekaan dicirikan
dalam bentuk yang tidak
bersyarat (kemerdekaan tak
terbatas) maka sudah terang bahwa
setiap orang diperbolehkan
mengejar dengan bebas segala keinginan pribadinya. Akibatnya
pertarungan keinginan yang
bermacam-macam itu satu
sama lain dalam kekacauan atau
anarchi (92:8-10). Sudah
barang tentu menghancurkan
masyarakat dan meniadakan kemanusiaan
sebab itu harus
ditegakkan keadilan dalam masyarakat
(5:8). Siapakah yang
harus menegakkan keadilan, dalam
masyarakat? Sudah barang
pasti ialah masyarakat sendiri,
tetapi dalam prakteknya DIPERLUKAN
ADANYA SATU KELOMPOK DALAM MASYARAKAT yang
karena kualitas-kualitas yang dimilikinya
senantiasa mengadakan usaha-usaha menegakkan keadilan
itu dengan jalan
selalu menganjurkan sesuatu yang
bersifat kemanusiaan serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan
kemanusiaan (2:104)”(Teks NDP). DIPERLUKAN
ADANYA SATU KELOMPOK DALAM MASYARAKAT kelompok yang dimaksud ini
penulis arahkan ke NEGARA. Negara
yang harus bertanggung jawab terhadap penegakkan keadilan karena merupakan
wujud dari kedaulatan rakyat.
Masalah yang
dialami anak-anak masa kini adalah mereka tidak sadar bahwa saat ini kita
sedang tertindas, tidak sadar bahwa disekeliling mereka ada fakir miskin dan
anak yatim. Maka penulis bukakan apa yang sebenarnya terjadi semampu pemahaman
penulis yang terbatas ini.
Dimulai dengan pembukaan
http://fachrisaktinugroho1.blogspot.com/2013/10/merefleksi-pergerakan-sosial-merujuk.html
, dilanjutkan dengan bagaimana arus globalisasi negara di dunia berjalan,
kemarin penulis contohkan dengan kasus kenaikan BBM yang menceritakan
intervensi asing, desakan asing terhadap liberalisasi sektor migas, kebijakan-kebijakan
titipan, kapitalisme dan neoliberalisme. Penulis menawarkan untuk mengambil
sikap HIJRAH.
Hijrah disini
berarti hijrah mindset alias meninggalkan konsumerisme, hedonisme, dan individualisme
yang telah mencerabut akar kepribadian manusia yang seharusnya adalah WAKILNYA,
hijrah dari zona nyaman menuju zona perjuangan.
Diceritakan pula
tentang kisah embargo yang dilakukan kafir Quraisy terhadap Nabi, sikap politik
Nabi, kebijakan Nabi dalam memimpin umat dalam krisis hingga Nabi memutuskan
untuk hijrah dan perjanjian hudaibiyah. Maksudnya cerita ini adalah agar ketika
berjuang pun tidak lantas koar-koar perang dan angkat senjata atau pindah negara,
melainkan harus ada ideopolstratak untuk berjuang dan membakar semangat untuk
tidak mudah menyerah pada penindasan.
Dari refleksi
kisah-kisah itu, kita mengarah ke ayat Al-Quran yang turun menyerukan Sholat
selalu bergandengan dengan seruan zakat. Implikasinya adalah ibadah transenden
kita tak kan sempurna tanpa melakukan
ibadah kemanusiaan. Solusi yang ditawarkan dalam Al-Quran adalah zakat, zakat
menjadi solusi untuk mengentaskan kemiskinan (singkatnya). Selain zakat, momen
haji akan luar biasa manfaatnya ketika menjadi momen konsolidasi umat Islam di
dunia setiap tahunnya, momen ini harus dimanfaatkan untuk bekerjasama melawan
dominasi kapitalisme yang menyengsarakan.
Singkat! Masuk
ke kemanusiaan dan ilmu pengetahuan. Untuk menjalankan tugas mulia manusia dan
mencapai apa kesejahteraan, adil makmur yang dicita-citakan, dibutuhkanlah ilmu
pengetahuan. Iman, Ilmu, Amal sebagai Kesimpulan dan penutup.
Maaf jika
terlalu singkat. :D dalam penyampaiannya tak sesingkat ini. (FACHRI SAKTI NUGROHO)