FILOSOF ISLAM AR-RAZI
Oleh
: Fachri Sakti Nugroho
A.
PENDAHULUAN
Nama lengkap dari Ar-Razi adalah Abu
Bakar Muhammad bin Zakaria ar-razi, beliau adalah seorang dokter yang terkenal
dalam dunia Islam pada masanya dan pada abad pertengahan baik di dunia timur
maupun dunia barat. Beliau adalah dokter yang pertama kali menggunakan bahan
kimia dalam pengobatan.
Beliau lahir di kota Ray, selatan
Taheran, sekitar tahun 250 Hijriyah (864 masehi) dan wafat pada tahun 925 Masehi. Beliau pergi ke
Bagdad ketika usianya hampir tiga puluh tahun dan tinggal disana untuk beberapa waktu. Beliau
sangat suka belajar tentang ilmu yang bersifat rasional, sastra dan puisi
meskipun sebelumnya beliau suka mempelajari tentang simian dan kimia.
Selanjutnya beliau pada masa muda belajar tentang ilmu kedokteran pada Ali bin
Rabin ath-Thabari.
Ar-Razi adalah seorang dokter yang
hebat, beliau juga salah satu pendiri kimia modern sehingga beliau dijuluki
bapak kimia modern. Dalam beberapa prestasinya, Ia juga membagi bahan-bahan
yang dibagi dalam empat kategori, yaitu : logam, tanaman, hewan dan bahan-bahan
derivative. Selain itu beliau adalah orang pertama yang mengekstrak alkohol dengan penyulingan
bahan tepung dan sakarin serta
menjadikannya untuk fermentasi zat yang manis, dan juga merupakan orang
pertama yang berhasil membedakan soda, asam sulfat dan kalium. Selain itu beliau adalah orang pertama yang memperkenalkan
kemoterapi dan banyak lagi penemuan-penemuannya di bidang kesehatan yang banyak
membantu umat manusia.[1]
Selain berjasa
dibidang kedokteran, beliau juga merupakan filosof yang banyak menghasilkan
buah-buah pikiran yang bermanfaat bagi umat islam. Beberapa karyanya antara
lain; Kitab Kabir fi an-Nafs, Kitab Shaghir
fi an-Nafs, Kitab fi an-Nafs Laisat bi Jism, Kitab fi an-Nafs al-Mughtarrah,
Kitab fi an-Nafs al-Kabirah dan banyak lagi yang lainnya. Menurut Ibnu Abi
Ushaibiah, ar-Razi mengarang 232 buku dan risalah. Sebagian besar berkaitan
dengan bidang kedokteran, dan sebagian lainnya berkaitan dengan logika, fisika,
metafisika, ketuhanan, psikologi ilmu mata, kimia, biologi dan arsitektur.[2]
B.
FALSAFAT
AR-RAZI
Ar-Razi adalah seorang filosof yang
berpikir obyekti dan radikal serta mendalam, hal itu terbukti dengan banyak
sekali buku dan makalah yang beliau hasilkan. Beberapa pemikiran beliau antara
lain adalah :
1.
Falsafat
Lima Kekal
Al-Razi terkenal dengan falsafat lima
kekalnya yang membahas tentang, Tuhan, Jiwa, Universil, materi Pertama, Ruang
Absolut dan Zaman Absolut. Mengenai zaman
absolut, ia membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman terbatas. Yang
pertama kekal dalam arti tidak bermula dan tak berakhir, dan yang kedua
disifati oleh angka.[3]
Bagi benda keliam hal ini adalah :
-
Materi :
Merupakan apa yang ditangkap dengan panca indera tentang benda tersebut.
-
Ruang :
Merupakan tempat bagi materi, karena materi membutuhksn tempat.
-
Zaman : Zaman
ada karena materi berubah-ubah keadaannya.
-
Diantara
benda-benda ada yang hidup dan oleh karena itu perlu ada roh. Dan diantara yang
hidup adapula yang berakal yang dapat mewujudkan ciptaan-ciptaan yang teratur.
-
Perlu adanya
pencipta
Tuhan dan roh
merupakan yang hidup dan aktif. Ada pula materi yang tidak hidup dan pasif,
selebihnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak pula pasif, yaitu ruang dan
zaman. Materi itu kekal, karena diciptaan dari tiada (creato ex nihilo) namun hal tersebut adalah hal yang mustahil. Jika
materi kekal maka ruang akan kekal, karena materi itu ada dalam ruang, serta
mengalami perubahan, dan perubahan menandakan zaman, jika materi kekal maka
zaman juga kekal.
Materi pertama atau
materi absolut mempunyai bentuk atom yang masing-masing mempunyai volume. Atom
yang padat merupakan atom tanah, selanjutnya adalah atom air, atom udara dan
atom api. Jika alam hancur maka atom-atom akan bercerai berai kembali.
2.
Roh
dan Materi
Menurut ar-Razi, alam diciptakan oleh Tuhan,
namun dalam arti disusun dari bahan yang telah ada. Ia menambahkan, bahwa Tuhan
pada mulanya tidak ingin menciptakan alam ini, namun pada suatu ketika roh
tertarik pada materi pertama dan bermain dengan materi pertama tersebut tetapi
materi pertama berontak. Tuhan datang menolong roh dengan membentuk alam ini
dalam susunan yang kuat sehingga roh dapat mencari kesenangan materi dalamnya.
Tuhan mewujudkan manusia yang didalamnya terdapat roh. Terikat pada materi, roh
lupa pada hakikatnya dan dan lupa bahwa kesenangan yang sesungguhnya tidak
terletak pada penyatuannya dengan materi, melainkan dalam melepasnya roh dari
materi. Oleh karena itu Allah menciptakan akal yang berasal dari zat Tuhan
sendiri untuk menyadarkan manusia yang terpedaya oleh kesenangan materi.[4]
Ar-razi juga juga menambahkan bahwa, kesenangan yang sesungguhnya hanya bisa
diraih dengan berfilsafat dan roh akan tetap tinggal di alam materi ini, selama
belum mensucikan diri denga filsafat. Ketika alam ini hancur dan roh sudah
bersih, maka semua akan kembali ke asalnya.
3.
Rasio dan Agama
Dalam hal rasio dan
agama, ar-Razi banyak menuai perbedaan pemikirannya dengan pemahaman agama,
beliau tidak percaya akan adanya nabi dan wahyu karena menurutnya akal manusia
kuat untuk mengetahui apa yang baik dan yang buruk, untuk tahu hakikat tuhan,
dan untuk mengatur hidup manusia di dunia. Menurutnya
manusia mempunyai kemampuan berpikir yang sama, kemudia yang membedakannya
hanya pada tingkat pendidikan dan perkembangannya. Dalam buku Falsafat dan Mistisme dalam islam karya
Harun Nasution, dikatakan bahwa nabi-nabi menurut ar-Razi membawa peperangan,
pertentangan dan kebencian antar umat manusia, dia juga mengkritik semua agama,
karena menurutnya agama hanya menjadi alat dari penguasa dan tradisi belaka. Al-Quran
baginya bukan merupakan mukjizat, beliau lebih cenderung pada buku-buku
falsafat dan ilmu-ilmu pengetahuan. Namun beliau masih percaya akan adanya
tuhan.
Ar-Razi lebih bercondong pada
pemikiran phytagoras mengenai hubungan manusia kepada tuhan, namun pendekatan
dari ar-Razi tentang hal ini tidak jelas, beliau adalah seorang yang zahid
namun menganjurkan modernisasi. Dia menyeimbangkan antara kebutuhan dunia dan
akhiratnya. Beberapa pendapat ar-razi yang bertentangan dengan ajaran islam
adalah :
-
Tidak percaya pada wahyu.
-
Al-Quran bukan merupakan
mukjizat.
-
Tidak percaya pada para nabi.
-
Ada hal yang kekal yang tidak
bermula dan tidak berakhir selain tuhan.
4.
Sanggahan
Ar-Razi Menolak Kenabian
Ar-Razi, dalam beberapa buku yang
menulis tentang pemikiran-pemikirannya, menjelaskan bahwa beliau tidak percaya
pada nabi dan wahyu. Namun, dalam karyanya yang berjudul Bar al-Sa’ah dan Sirr al-Asrar.[5] Al-Razi menuliskan ungkapan semacam ini, “Semoga
Allah melimpahkan shalawat kepada ciptaannya yang terbaik, Nabi Muhammad, dan
keluarganya.” Dan dalam ungkapan lain, “Semoga Allah melimpahkan shalawat
kepada sayid kita, kekasih kita, dan penolong kita di hari kiamat, yaitu
Muhammad, mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan shalawat dan salam kepadanya.”
Beberapa catatan ini menunjukkan bahwa Al-Razi tidak
serta merta menolak kenabian.
5.
Falsafat
Jiwa
Menurut Ar-Razi, manusia memiliki
tiga jiwa, yaitu an-Nafs an-Nathiqah
al-Ilahiyah (Jiwa yang bersifat rasional dan ilahiyah), an-Nafs al-Ghadhabiyah wa al-Hayawaniayah wa
an-Namiyah wa asy-Syahwaniyah (Jiwa yang bersifat emosional dan kehewanan),
dan an-Nafs an-Nabatiyah wa an-Namiyah wa
asy-Syahwaniyah (Jiwa yang bersifat vegetative, tumbuhan dan syahwat).
Jiwa hewani dan vegetatif merupakan
bagiann dari jiwa rasional. Jiwa vegetatif berfungsi untuk member makan pada
badan yang berkedudukan sebagai alat dan perangkat jiwa rasional. Karena badan
dapat mengalami kerapuhan atau kerusakan maka badan membutuhkan makanan untuk
mengganti sel-selnya yang rusak. Sedangkan fungsi jiwa emosi adalah untuk
membantu jiwa rasional dalam melawan syahwat dan mencegah agar jiwa rasional
untuk terlalu masuk ke dalam syahwat dan mengabaikan fungsi dasarnya.
Ar-Razi membahasakan jiwa emosi
adalah kelenjar jantung yang menjadi sumber panas dan detak jantung, Jiwa
syahwat baginya adalah kelenjar hati yang menjadi sumber makanan, pertumbuhan
dan perkembangan manusia. Jiwa rasional adalah kumpulan kelenjar otak, karena
indera, keinginan, imajinasi, berpikir dan mengingat adalah bersumber dari
otak.[6]
6.
Kenikmatan
dan Penderitaan
Dalam buku Zad al-Musafir karangan Abu Muin Nashir bin Khasru bin Harits
al-Qadiyani al-Balkhi al-badjhasyani (wafat sekitar tahun 481 H) yang terkenal
dengan julukan Nashir Khasru terdapat salah satu ide pikiran buku ar-razi yang
berjudul ath-Thibb ar-Ruhani atau
makalahnya yang berjudul Fi Mahiyah
al-Ladzdzah. Buku ini
kemudian diterjemahkan dalam bahasa arab oleh Paul Cruss dan dimuat dalam buku Rasail Falsafiyah karangan ar-Razi. Ide
atau pemikiran ar-Razi tentang penderitaan dan kenikmatan telah dipengaruhi
oleh pendapat Plato dalam buku Themes.
Ar-Razi mengemukakan bahwa kenikmatan
adalah rehat dari penderitaan, sehingga tak ada kenikmatan kecuali setelah
penderitaan. Kenikmatan baginya adalah perasaan yang menyenangkan, sebaliknya
dengan penderitaan yang merupakan perasaan yang menyiksa. Perasaan tersebut
merupakan pengaruh dari inderawi, sedangkan pengaruh itu adalah tindakan si
pemberi pengaruh terdahap yang dipengaruhi, lalu keterpengaruhan adalah
perubahan kondisi orang yang mendapat pengaruh.
Menurut a-Razi, jika orang yang
mempengaruhi memindahkan orang yang terpengaruh dari keadaan alamiahnya, maka
terjadilah penderitaan. Sebaliknya, jika orang yang mempengaruhi mengembalikan lagi
orang yang terpengaruh tersebut ke dalam keadaan alamiahnya, maka akan terjadi
kenikmatan. Maka sesungguhnya kenikmatan tidak akan terjadi kecuali setelah
keluar dari keadaan alami yang didalamnya terdapat penderitaan.
Keadaan alamiyah tidak bersifat inderawi,
karena penginderaan terjadi akibat pengaruh dari yang memberi pengaruh terhadap
yang dipengaruhi dan memindahkannya dari keadaan semula. Keadaan alamiyah
adalah keadaan yang berkaitan dengan keadaan yang lain atau bukan karena
perubahan atau pengaruh, maka dari itu tidak bersifat inderawi. Sesuatu yang
tidak dicapai oleh perasaan tidak akan menjadi kenikmatan atau penderitaan.
Jadi, keadaan alamiyah bukanlah kenikmatan atau penderitaan.
7.
Memperbaiki
Akhlak Jiwa
Terdapat dua prinsip penting yang
dikemukakan oleh ar-Razi dalam membahas topik perbaikan jiwa. Prinsip tersebut
adalah dharurah tahakkum al-aql fi
al-hawa (Urgensi pengendalian akal atas hawa nafsu) dan qam’u al hawa wa asysyahwat (pencegahan
hawa nafsu dan syahwat).
a.
Urgensi pengendalian Akal atas hawa Nafsu
Akal adalah kemampuan untuk memahami
semua hal yang ada dalam alam raya dan alat untuk mencapai makrifat Allah. Jika
demikian maka akal adalah rujukan dari berbagai masalah atau perkara. Akal
tidak boleh dikuasai hawa nafsu dan kemudian menyesatkan akal tersebut dari
jalannya. Jadi, akal haruslah menguasai
hawa nafsu. Akal harus dijadikan pengendali dari berbagai perkara, maka akal
akan menjadi jernih dan mencerahkan serta menghantarkan kita pada tujuan akhir
manusia dan menjadi bahagia karena anugerah akal.
b.
Mencegah Hawa Nafsu dan Syahwat
Manusia mempunyai kelebihan dari
ciptaan Tuhan yang lainnya, yaitu kemampuannya dalam menguasai keinginan dan
bertindak setelah berpikir. Ar-Razi mengatakan bahwa mengkekang hawa nafsu
adalah hal yang wajib bagi setiap orang yang berakal. Menurutnya segala
penyakit jiwa berasal dari hawa nafsu dan syahwat. Melawan hawa nafsu sangat
susah dilakukan, namun akan menjadi mudah jika dibiasakan mencegah syahwat yang
ringan dan meninggalkan keinginan yang tidak dibenarkan akal. Kemudian
meningkatkannya. Bisa dikatakan bahwa prinsip ar-Razi ini merupakan prinsip
penahapan dalam mempelajari hal yang sulit dan dengan metode pembentukan.
c.
Contoh-contoh Akhlak Jiwa yang Buruk dan Perbaikannya
Ar-Razi menyatakan bahwa jika manusia
dapat memperbaiki akhlaknya, maka ia harus mengenalnya. Ar-Razi menambahkan
bahwa untuk mengenal aib sendiri maka orang tersebut harus meminta bantuan pada
orang lain yang berakal dan selalu bergaul dengannya untuk dengan tegas
mengatakan segala aib yang ada. Berikut adalah contoh akhlak jiwa yang hina dan
metode terapi menurut ar-Razi.
-
Cinta dan Asmara
Ar-Razi dalam pembahasannya mengenai kenikmatan dan
penderitaan ini sangat berkaitan dalam hal asmara. Orang yang kasmaran
menurutnya adalah orang yang umumnya hanya membayangkan kenikmatan yang akan
diperoleh tanpa akan terbetik dihatinya penderitaan dan sakit yang akan dialami
dalam waktu yang panjang. Menurut ar-Razi, jika seseorang yang kasmaran memikirkan
kadar penderitaan dalam asmara, maka ia tidak akan menjadikan asmara sebagai
hal yang berharga, sehingga perhatiannya terhadap asmara berkurang.
Ar-Razi juga mengatakan bahwa orang-orang yang
tengah kasmaran akan merasa letih karena syahwat yang tidak mereka peroleh
hingga akhir dan tidak membuatnya nyaman. Mereka selalu menderita lantaran
dorongan atas pemuasan syahwat, penysalan, iri dan sifat tidak rela. Semua itu
terjadi karena angan yang tidak pernah berujung. Asmara akan semakin kuat jika
keintiman mendekap sehingga mereka takut akan berpisah. Hal ini akan
mengakibatkan jiwa mereka semakin tersiksa. Maka dari itu, orang yang berakal
haruslah mencegah dirinya dari asmara, sebelum asmara tersebut menjadi besar
dan sulit keluar dari jeratan asmara.
-
Ujub
Ujub muncul ketika seseorang memandang lebih dan
lebih terhadap dirinya, sehingga dia menginginkan pujian yang melebihi
seharusnya. Sifat ini membuat seseorang memandang orang lain tidak lebih utama
daripada dirinya. Sifat ujub ini dapat diatasi dengan cara mengenal aib sendiri
melalui orang lainnyang dekat dengannya.
-
Hasud
Hasud adalah kebencian seseorang terhadap orang lain
yang mendapatkan kebajikan. Sifat ini sangat berbahaya dan menyakiti jiwa
sekaligus badan. Jiwa akan menjadi lemah serta menimbulkan sejumlah gejala
gangguan jiwa semisal, sedih,letih dan kepikiran. Badan akan menjadi gangguan
fisik seperti halnya tidak bisa tidur, stress dan lain sebagainya. Diantara
factor yang membantu orang berakal mudah membebaskan diri dari sifat hasud
adalah dengan merenungi kondisi keragaman posisi dan prestasi manusia secara
umum.
8.
Mencegah
Kesedihan
Ar-Razi mendefinisikan kesedihan
sebagai suatu gejala otak yang terjadi karena kehilangan sesuatu yang dicintai.
Menurutnya, karena kesedihan mengotori pikiran dan akal serta menyiksa jiwa dan
fisik, maka sewajarnya kitra menyiasati untuk mencegah dan menolaknya, atau
mengurangi dan melemahkannya jika memungkinkan. Hal itu dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu, dengan bersikap hati-hati sebelum kesedihan terjadi agar tidak
terlalu sedih jika kehilangan dan yang kedua yaitu dengan menghilangkan atau
mengurangi kesedihan tersebut.
Ar-Razi menyebutkan beberapa cara
untuk mengataasi kesedihan, yaitu :
1.
Menjauhi sebab-sebab munculnya
kesedihan dan tidak terlena dalam kenikmatan.
2.
Selalu mengingat bahwa tak ada
yang abadi.
3.
Bersikap hati-hati, dan tidak
mengkhususkan sesuatu dalam hatinya , melainkan ia harus mengikutkan hal lain
agar dapat menjadi pengganti ketika kehilangan.
Ar-Razi juga menyebutkan sejumlah
cara untuk melawan kesedihan secara total atau menguranginya jika terjadi,
yaitu :
1.
Tidak membesar-besarkan sesuatu
yang hilang. Semua perubahan yang terjadi adalah kewajaran.
2.
Selalu berpikir bahwa akan
datang pengganti dari apa yang hilang.
3.
Mengurangi hal-hal yang
dicintai.
Pendapat ar-Razi mengenai kesedihan
dan mencintai sesuatu secara berlebihan akan menimbulkan kesedihan sama dengan
pendapat al-Kindi.xx Ar-Razi terpengaruh oleh buku Fi al-Hilah li Daf’I al-Ahzan.
C.
PENUTUP
Falsafat adalah salah satu jalan yang
menawarkan rasionalitas kebenaran sebagai pilihan untuk menemukan makna hidup
dan membangun pandangan dunia. Falsafat adalah kerangka yang menitiskan beragam
jawaban akan pertanyaan asasi eksistensialis. Demikian halnya dengan agama, yang
bertujuan untuk menjadi jalan kebenaran, namun akal dan rasionalitas bukan
satu-satunya jalan yang dikehendaki oleh agama. Dogma agama, senantiasa
mensyaratkan iman bagi setiap pemeluknya, dan dimensi akliah manusia harus dinafikan
terlebih dahulu sehingga lantas bisa beranjak pada keluhuran derajat iman.
D.
KESIMPULAN
Ar-Razi adalah filosof yang meninggikan
rasio akal, beliau juga seorang ahli kesehatan yang terkenal pada masanya.
Beliau sangat ahli dalam semua cabang
pengetahuan dan berkontribusi secara signifikan dalam dunia kedokteran, kimia,
matematika, dan sastra. Dalam berfilsafat, beberapa
pemikiran beliau tidak jauh berbeda adanya dengan filosof-filosof terdahulu,
dan adapula pemikiran beliau yang sangat kontroversial diantara umat islam
karena tidak selaras dengan ajaran Islam. Dibalik apapun yang menjadi hasil
pemikira ar-Razi, beliau tetaplah filosof muslim yang cerdas dan menghasilkan
banyak hal yang bisa diambil manfaatnya untuk kepentingan umat.
DAFTAR PUSTAKA
Amroeni Drajat, Filsafat Islam Buat yang Pengen Tahu, Erlangga, Jakarta, 2006.
Harun
Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam
Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1980.
Muhammad
Utsman Najati, Jiwa Dalam Pandangan Para Filosof Muslim,
Pustaka Hidayah, Bandung.
Wahyu
Murtingsih, 33 Dokter Muslim Paling Berpengaruh Di Dunia,
Cyrillus Publisher, Yogyakarta.
Posting Komentar