BREAKING NEWS

Blogger news

Rabu, 25 Desember 2013

untuk kita selesaikan







PROBLEMATIKA SOSIAL DISAAT NILAI-NILAI LUHUR

MULAI DITINGGALKAN


Seiring dengan perjalanan waktu dan sejarah bangsa, kini apa yang telah diperjuangkan para pendiri dan pendahulu bangsa tengah menghadapi batu ujian keberlangsungannya. Pemahaman generasi penerus bangsa terkait nilai – nilai yang terkandung dalam empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Sesanti Bhinneka Tunggal Ika), semakin terdegradasi dan terkikis oleh derasnya nilai-nilai baru yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa. Ironisnya, sementara nilai-nilai baru ini belum sepenuhnya dipahami dan dimengerti, namun nilai-nilai lama sudah mulai ditinggalkan dan dilupakan. Tanpa disadari, generasi penerus bangsa bergerak semakin menjauh dari Pancasila sebagai jati diri bangsa yang bercirikan semangat gotong royong. Akibatnya, terjadi dekadensi moral yang mengikis semangat perjuangan bangsa ini. Dekadensi moral menggiring bangsa ini pada jaman jahiliyah modern, menjadi permasalahan dan tantangan baru untuk bangsa ini menuju cita-citanya.
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989 : 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari segi substantif materiilnyat idak ada perbedaan, akan tetapi  bentuk formalnya berbeda. Al-Ghazali (1994:31) mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai  perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan  sumber timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa  perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.
Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Ketika suatu bangsa mengalami dekadensi moral, maka akan hilang kepercayaan dari pihak lain, hilang prestasinya dimata dunia.
Masalah moral sudah tak terkendali lagi, pornografi, pelecehan seksual dan berbagai aksi kriminal sering terdengar beritanya di media massa. Belum lagi berita korupsi, kolusi dan nepotisme di jajaran petinggi negara. Faktor kemiskinan menjadi alasan utama dari berbagai tindak pelanggaran moral ini, selain dari faktor konsumerisme, hedonisme, dan materialisme. Kemiskinan menjadikan manusia mudah untuk berbuat khilaf dan melakukan tindak kejahatan untuk sekedar memenuhi kesenangan atau untuk memenuhi kebutuhan konsumsi hidupnya.
Disatu sisi sudah menjadi rahasia umum bahwasanya globalisasi dunia saat ini memunculkan gaya hidup kosmopolitan yang ditandai oleh berbagai kemudahan hubungan dan terbukanya aneka ragam informasi yang memungkinkan individu atau masyarakat mengikuti gaya-gaya hidup baru yang disenangi.[1] Selain berdampak positif, dampak buruk dari globalisasi ini adalah salah satu penyebab merosotnya moral bangsa. Segalanya kini mudah untuk diakses tanpa filter sehingga mempengaruhi masyarakat Indonesia untuk mengikuti budaya materialisme yang menggiring masyarakat menjadi bersifat  konsumerisme, dan hedonisme. Masyarakat lebih peduli dan khusyuk pada hal itu dibandingkan dengan agama dan Pancasila.
Fenomena yang lain dari dekadensi moral yang terjadi di Indonesia adalah konflik SARA yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia dan isu-isu gerakan separatis  yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aksi terorisme yang mengatas namakan agamapun saat ini juga meresahkan dan mengancam negara. Hilangnya nilai luhur falsafah bangsa dan terkikisnya rasa cinta pada tanah air akan menjadi bom waktu yang suatu saat nanti akan meledak.
Islam dan Pancasila menawarkan solusi dalam hal ini. Dalam Islam, Rasulallah adalah sosok tauladan bagi umat muslim, segala tindakannya menjadi rujukan dalam mengambil dasar hukum karena beliau adalah manusia pilihan yang segala tingkah lakunya sudah diatur oleh tuhan untuk dijadikan panutan. Hukum tersebut membimbing manusia, baik terhadap diri sendiri maupun mengatur dalam hubungannya dengan sesama, baik dalam masyarakat Islam maupun di luar Islam. Kewajiban moral tersebut menunjukkan sifatnya yang formal dan ceremonial pada satu pihak, dan sifat moral dan zuhud pada pihak lain. Perpaduan antara spiritual dan keduniawian merupakan ciri khas iklim intelektual Islam.[2] Disamping hukum tuhan, hati sanubari seorang muslim merupakan suatu autoritas yang bersemayam dalam dadanya. Dari inilah manusia tertuntun menuju kesempurnaan moral dan ibadah (ritual). Iman, islam dan rasa (hati) membawa manusia pada kepercayaan atas setiap ajaran Islam, seperti tentang adanya hari kiamat dan hari pembalasan. Kepercayaan akan adanya hari kiamat dan hari pembalasan mendorong manusia untuk menghormati hukum, menjauhi mungkar dan mengajak pada kebaikan.
Selaras dengan Islam, aktualisasi Pancasila secara subyektif yang mengatur pada aspek moral dalam kaitannya dengan hidup bernegara dan bermasyarakat. Dasar filosofis sebagaimana yang terkandung dalam Pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia yang monodualis, yaitu sebagai mahluk individu dan sekaligus mahluk sosial. Dari dasar ini Pancasila berbicara mengenai moral dengan membuat hukum yang mengatur manusia agar mendapatkan perlakuan sebaik-baiknya.[3] Sebagai Dasar Negara, Pancasila merupakan ideologi, pandangan dan falsafah hidup yang harus dipedomani bangsa indonesia dalam proses penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya merupakan nilai-nilai luhur yang digali dari budaya bangsa dan memiliki nilai dasar yang diakui secara universal dan tidak akan berubah oleh perjalanan waktu. 
Menjadi tanggung jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya dan menanamkan ideologi kebangsaann yang sehat. Perlu ditekankan akan pentingnya Pancasila sebagai dasar negara dan Islam sebagai agama yang memberikan spirit khazanah keragaman Indonesia. Perbaikan dibidang pendidikan dan bidang sosial menjadi hal wajib untuk dilakukan agar permasalahan seperti dapat diselesaikan. Disamping peran masyarakat dalam melakukan fungsi kontrol sosial dan keteladanan. Hal ini harus diperkuat dengan instrumen agama dan Pancasila yang menjadi pagar bangsa dalam menghadapi berbagai permasalahan.


[1] Adi Sasono. 2008. Rakyat Bangkit Bangun Martabat. Jakarta: Pustaka Alvabet. Hlm 2.
[2] Marcell A. Boisard. 1980. Humanisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Hlm 67.
[3] Rina Arum Prastyanti. 2011. Pendidikan Pancasila. Solo : Duta Publishing Indonesia. Hlm 124.

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 belajar dan bertelur. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates