MEREFLEKSI PERGERAKAN SOSIAL MERUJUK PADA
ASAL USUL ISLAM
“… orang-orang kafir dalam arti yang
sesungguhnya adalah orang-orang yang menumpuk kekayaan dan terus membiarkan
kedzaliman dalam masyarakat serta merintangi upaya-upaya menegakkan keadilan…”
(Asghar Ali Engineer, 1987).
Berbicara
tentang asal-usul Islam, maka kita harus mencoba menilik situasi Makkah pada
masa itu. Pada akhir abad kelima, Makkah menjadi pusat perdagangan dan pusat
pertemuan para pedagang dari kawasan Laut Tengah, Teluk Parsi dan Laut Merah sehingga
membuat Makkah berkembang pesat. Masyarakat Mekkah berdagang berdasarkan pada
sirkulasi produk, bukan pada sirkulasi produksi. Masyarakatnya pada saat itu
mengembangkan lembaga-lembaga kepemilikan pribadi, menumpuk kekayaan sehingga pemusatan
kekayaan ini menyebabkan sebagian masyarakat kecil semakin tertindas dan
terjebak dalam proses sosial yang tak terhindarkan, yang kaya semakin kaya,
yang miskin semakin miskin. (Seperti
halnya para pemilik modal yang telah menguasai aset-aset bangsa Indonesia saat
ini dengan model penjajahan yang baru).
Tuhan
menjanjikan akan mengutus seorang pembimbing atau seorang pemberi peringatan
ketika suatu masyarakat menghadapi krisis moral dan krisis sosial. Begitu pula
Muhammad yang dipilih sebagi instrument kemahabbijaksanaan
tuhan untuk melepas belenggu krisis sosial yang terjadi di Mekkah (Arab). Kaum
hartawan Mekkah tidak mau menerima ajaran ketauhidan
yang disampaikan oleh nabi. Hal ini bukan karena ajaran yang dibawa oleh
nabi bertentangan dengan ajaran mereka (menyembah berhala), melainkan karena
ajaran nabi berimplikasi pada bidang sosial ekonomi yang menghalangi
kepentingan-kepentingan para hartawan Mekkah tersebut. Dengan tegas Al-Quran
mencela penumpukan (monopoli) kekayaan yang dilakukan oleh hartawan Mekkah (Lihat QS. Al Humazah :1-7), dan banyak
dalil Al-Quran yang melarang adanya monopoli dan penjajahan dalam berbagai
bentuk.
Merekalah yang pada
akhirnya disebut orang kafir yang diperangi oleh nabi, pada hakikatnya mereka
tidak mempersoalkan tauhid, tetapi
mereka melawan nabi karena kepentingan sosial ekonomi yang direposisi oleh sang
revolusioner Muhammad. Sudah saatnya kita bercermin dan berhenti mengkafirkan
kawan sendiri, karena yang kafir adalah mereka yang menguasi dan memonopoli sistem
dan sirkulasi sosial ekonomi. Saat ini yang terpenting adalah bersatu atas nama
Islam, dan meninggalkan atribut-atribut golongan, untuk melakukan transformasi sosial
bersama. Jika satu diantara kita mulai membenahi dari hal terkecil dengan niat
yang tulus, maka esok akan ada sejuta pemuda yang melakukan hal yang sama.
YAKUSA (Yakin Usaha Sampai).
Fachri Sakti Nugroho. Tribute to Asghar Ali Engineer.
Posting Komentar