BREAKING NEWS

Blogger news

Rabu, 16 Oktober 2013

MEREFLEKSI PERGERAKAN SOSIAL MERUJUK PADA ASAL USUL ISLAM

MEREFLEKSI PERGERAKAN SOSIAL MERUJUK PADA

ASAL USUL ISLAM


 “… orang-orang kafir dalam arti yang sesungguhnya adalah orang-orang yang menumpuk kekayaan dan terus membiarkan kedzaliman dalam masyarakat serta merintangi upaya-upaya menegakkan keadilan…” (Asghar Ali Engineer, 1987).
Berbicara tentang asal-usul Islam, maka kita harus mencoba menilik situasi Makkah pada masa itu. Pada akhir abad kelima, Makkah menjadi pusat perdagangan dan pusat pertemuan para pedagang dari kawasan Laut Tengah, Teluk Parsi dan Laut Merah sehingga membuat Makkah berkembang pesat. Masyarakat Mekkah berdagang berdasarkan pada sirkulasi produk, bukan pada sirkulasi produksi. Masyarakatnya pada saat itu mengembangkan lembaga-lembaga kepemilikan pribadi, menumpuk kekayaan sehingga pemusatan kekayaan ini menyebabkan sebagian masyarakat kecil semakin tertindas dan terjebak dalam proses sosial yang tak terhindarkan, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. (Seperti halnya para pemilik modal yang telah menguasai aset-aset bangsa Indonesia saat ini dengan model penjajahan yang baru).
Tuhan menjanjikan akan mengutus seorang pembimbing atau seorang pemberi peringatan ketika suatu masyarakat menghadapi krisis moral dan krisis sosial. Begitu pula Muhammad yang dipilih sebagi instrument  kemahabbijaksanaan tuhan untuk melepas belenggu krisis sosial yang terjadi di Mekkah (Arab). Kaum hartawan Mekkah tidak mau menerima ajaran ketauhidan yang disampaikan oleh nabi. Hal ini bukan karena ajaran yang dibawa oleh nabi bertentangan dengan ajaran mereka (menyembah berhala), melainkan karena ajaran nabi berimplikasi pada bidang sosial ekonomi yang menghalangi kepentingan-kepentingan para hartawan Mekkah tersebut. Dengan tegas Al-Quran mencela penumpukan (monopoli) kekayaan yang dilakukan oleh hartawan Mekkah (Lihat QS. Al Humazah :1-7), dan banyak dalil Al-Quran yang melarang adanya monopoli dan penjajahan dalam berbagai bentuk.
           Merekalah yang pada akhirnya disebut orang kafir yang diperangi oleh nabi, pada hakikatnya mereka tidak mempersoalkan tauhid, tetapi mereka melawan nabi karena kepentingan sosial ekonomi yang direposisi oleh sang revolusioner Muhammad. Sudah saatnya kita bercermin dan berhenti mengkafirkan kawan sendiri, karena yang kafir adalah mereka yang menguasi dan memonopoli sistem dan sirkulasi sosial ekonomi. Saat ini yang terpenting adalah bersatu atas nama Islam, dan meninggalkan atribut-atribut golongan, untuk melakukan transformasi sosial bersama. Jika satu diantara kita mulai membenahi dari hal terkecil dengan niat yang tulus, maka esok akan ada sejuta pemuda yang melakukan hal yang sama. YAKUSA (Yakin Usaha Sampai).
Fachri Sakti Nugroho. Tribute to Asghar Ali Engineer.

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 belajar dan bertelur. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates