PROBLEMATIKA SOSIAL DISAAT NILAI-NILAI LUHUR
MULAI DITINGGALKAN
Seiring dengan perjalanan waktu
dan sejarah bangsa, kini apa yang telah diperjuangkan para pendiri dan
pendahulu bangsa tengah menghadapi batu ujian keberlangsungannya. Pemahaman
generasi penerus bangsa terkait nilai – nilai yang terkandung dalam empat pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan
Sesanti Bhinneka Tunggal Ika), semakin terdegradasi dan terkikis oleh derasnya
nilai-nilai baru yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa. Ironisnya, sementara nilai-nilai baru ini belum sepenuhnya dipahami dan
dimengerti, namun nilai-nilai lama sudah mulai
ditinggalkan dan dilupakan. Tanpa disadari, generasi penerus bangsa bergerak
semakin menjauh dari Pancasila sebagai jati diri bangsa yang bercirikan
semangat gotong royong. Akibatnya, terjadi dekadensi moral yang mengikis semangat perjuangan
bangsa ini. Dekadensi moral menggiring bangsa ini pada jaman jahiliyah modern,
menjadi permasalahan dan tantangan baru untuk bangsa ini menuju cita-citanya.
Secara
etimologis, kata moral berasal dari kata mos
dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores,
yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1989 : 592), moral diartikan
sebagai akhlak, budi pekerti,
atau susila. Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral,
yang dari segi substantif materiilnyat idak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda. Al-Ghazali (1994:31) mengemukakan pengertian akhlak, sebagai
padanan kata moral, sebagai perangai
(watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari
dirinya secara mudah dan ringan, tanpa
perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.
Manusia
yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak
memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal
mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal
yang berhubungan dengan proses sosialisasi
individu, tanpa moral manusia
tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Ketika suatu bangsa mengalami
dekadensi moral, maka akan
hilang kepercayaan dari pihak lain, hilang prestasinya dimata dunia.
Masalah moral sudah tak terkendali lagi,
pornografi, pelecehan seksual dan berbagai aksi kriminal sering terdengar beritanya
di media massa. Belum lagi berita korupsi, kolusi dan nepotisme di jajaran
petinggi negara. Faktor kemiskinan menjadi alasan utama dari berbagai tindak
pelanggaran moral ini, selain dari faktor konsumerisme, hedonisme, dan
materialisme. Kemiskinan menjadikan manusia mudah untuk berbuat khilaf dan
melakukan tindak kejahatan untuk sekedar memenuhi kesenangan atau untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi hidupnya.
Disatu sisi sudah menjadi rahasia umum bahwasanya
globalisasi dunia saat ini memunculkan gaya hidup kosmopolitan yang ditandai
oleh berbagai kemudahan hubungan dan terbukanya aneka ragam informasi yang
memungkinkan individu atau masyarakat mengikuti gaya-gaya hidup baru yang
disenangi.[1] Selain berdampak
positif, dampak buruk dari globalisasi ini adalah salah satu penyebab merosotnya
moral bangsa. Segalanya kini mudah untuk diakses tanpa filter sehingga
mempengaruhi masyarakat Indonesia untuk mengikuti budaya materialisme yang
menggiring masyarakat menjadi bersifat
konsumerisme, dan hedonisme. Masyarakat lebih peduli dan khusyuk pada
hal itu dibandingkan dengan agama dan Pancasila.
Fenomena yang lain dari dekadensi moral yang terjadi di
Indonesia adalah konflik SARA yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia dan
isu-isu gerakan separatis yang ingin
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aksi terorisme yang
mengatas namakan agamapun saat ini juga meresahkan dan mengancam negara.
Hilangnya nilai luhur falsafah bangsa dan terkikisnya rasa cinta pada tanah air
akan menjadi bom waktu yang suatu saat nanti akan meledak.
Islam dan Pancasila menawarkan solusi dalam hal ini.
Dalam Islam, Rasulallah adalah sosok tauladan bagi umat
muslim, segala tindakannya menjadi rujukan dalam mengambil dasar hukum karena
beliau adalah manusia pilihan yang segala tingkah lakunya sudah diatur oleh tuhan
untuk dijadikan panutan. Hukum tersebut membimbing manusia, baik terhadap diri
sendiri maupun mengatur dalam hubungannya dengan sesama, baik dalam masyarakat
Islam maupun di luar Islam. Kewajiban moral tersebut menunjukkan sifatnya yang
formal dan ceremonial pada satu
pihak, dan sifat moral dan zuhud pada pihak lain. Perpaduan antara spiritual
dan keduniawian merupakan ciri khas iklim intelektual Islam.[2] Disamping hukum tuhan, hati sanubari seorang muslim
merupakan suatu autoritas yang bersemayam dalam dadanya. Dari inilah manusia
tertuntun menuju kesempurnaan moral dan ibadah (ritual). Iman, islam dan rasa
(hati) membawa manusia pada kepercayaan atas setiap ajaran Islam, seperti
tentang adanya hari kiamat dan hari pembalasan. Kepercayaan akan adanya hari
kiamat dan hari pembalasan mendorong manusia untuk menghormati hukum, menjauhi
mungkar dan mengajak pada kebaikan.
Selaras dengan Islam, aktualisasi Pancasila secara
subyektif yang mengatur pada aspek moral dalam kaitannya dengan hidup bernegara
dan bermasyarakat. Dasar filosofis sebagaimana yang terkandung dalam Pancasila
yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat
sifat kodrat manusia yang monodualis, yaitu sebagai mahluk individu dan
sekaligus mahluk sosial. Dari dasar ini Pancasila berbicara mengenai moral
dengan membuat hukum yang mengatur manusia agar mendapatkan perlakuan
sebaik-baiknya.[3] Sebagai Dasar
Negara, Pancasila merupakan ideologi, pandangan dan falsafah hidup yang harus
dipedomani bangsa indonesia dalam proses penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam mewujudkan cita-cita proklamasi
kemerdekaan. Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya merupakan
nilai-nilai luhur yang digali dari budaya bangsa dan memiliki nilai dasar yang
diakui secara universal dan tidak akan berubah oleh perjalanan waktu.
Menjadi tanggung
jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya dan menanamkan ideologi
kebangsaann yang sehat. Perlu ditekankan akan
pentingnya Pancasila sebagai dasar negara dan Islam sebagai agama yang
memberikan spirit khazanah keragaman Indonesia. Perbaikan dibidang pendidikan dan bidang sosial
menjadi hal wajib untuk dilakukan agar permasalahan seperti dapat diselesaikan.
Disamping peran masyarakat dalam melakukan fungsi kontrol sosial dan
keteladanan. Hal ini harus diperkuat dengan instrumen agama dan Pancasila yang
menjadi pagar bangsa dalam menghadapi berbagai permasalahan.